UKBI Itu Serius Tapi Santai: Belajar Bahasa Indonesia di Era Digital

Belakangan ini, bahasa Indonesia makin naik daun. Bukan hanya karena dipakai oleh lebih dari 270 juta orang, tapi juga karena sekarang ada uji kemahiran resminya yang canggih bin keren, namanya UKBI Adaptif Merdeka. Saya termasuk salah satu peserta yang beruntung mengikuti kegiatan “Penguatan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif”, yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan ini berlangsung pada 24–25 Juni 2025, bertempat di Aula Kanwil Kemenag Sumut, Medan.

Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang satuan pendidikan Islam, mulai dari Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), dan juga berbagai Pimpinan Pondok Pesantren ternama di Sumatera Utara. Namun meskipun banyak “kepala”, tidak ada yang kepala batu kok! Heheheh…  Saya sendiri hadir sebagai perwakilan dari MTsS Al Washliyah Medan Krio, tempat saya bertugas sebagai Kepala Tata Usaha. Kesan pertama? Ramai, hangat, dan penuh semangat! Meski datang dari beragam instansi, semua peserta tampak kompak, baik yang sudah “senior” maupun yang masih muda dan energik.

Hari pertama dibuka dengan sambutan dari Kepala Kanwil Kemenag Sumut dan Kepala Balai Bahasa, yang langsung menyulut antusiasme peserta. Setelah itu, kami dibekali materi penting seputar urgensi dan fungsi UKBI dalam konteks pendidikan. Yang menarik, UKBI kini sudah berbasis komputer dan bersifat adaptif. Artinya, soal yang keluar disesuaikan dengan kemampuan peserta. Sistem ini membuat ujian jadi terasa seperti berdialog dengan komputer, unik dan menantang!

Sesi berikutnya memperkenalkan lima seksi dalam UKBI, yaitu: Mendengarkan, Kaidah Bahasa, Membaca, Menulis, dan Berbicara. Di sinilah kami mulai menyadari: meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa sehari-hari, ternyata mengujinya tidak semudah mengucapkannya! Soal-soalnya menuntut pemahaman mendalam terhadap struktur kalimat, ejaan, serta logika berbahasa. Beberapa peserta bahkan sempat “senyum kecut” saat menemukan soal yang bikin otak meringis.

Hari kedua menjadi momen paling dinanti sekaligus paling menegangkan: pelaksanaan UKBI secara langsung. Tiap peserta diminta membawa laptop, earphone, dan semangat penuh. Saya sendiri sempat khawatir soal sinyal internet, tapi untungnya semua berjalan lancar. Format ujian yang personal dan terkomputerisasi membuat kami merasa sedang menghadapi tantangan pribadi, dan tentu saja, tidak bisa “melirik tetangga”.

Secara umum, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemahiran berbahasa Indonesia secara profesional, tidak hanya bagi guru, tapi juga bagi tenaga kependidikan. Sebab, bagaimana mungkin kita bisa menciptakan layanan administrasi yang tertib dan efektif kalau belum cakap dalam bahasa? Melalui pelatihan ini, saya pribadi merasa lebih percaya diri dalam menyusun surat dinas, laporan, maupun komunikasi resmi lainnya.

Selain itu, UKBI juga memberikan manfaat luas, karena hasil ujian dapat digunakan untuk berbagai keperluan: dari pelengkap portofolio, bahan asesmen diri, hingga syarat seleksi beasiswa atau CPNS. Yang lebih penting, UKBI menjadi cara elegan untuk membuktikan kecintaan kita terhadap bahasa Indonesia, sekaligus mengukuhkan profesionalisme dalam bekerja.

Adapun fungsi utama kegiatan ini adalah sebagai bagian dari gerakan literasi bahasa nasional. Dengan keterlibatan peserta dari MAN, MTsN, hingga Pondok Pesantren, kegiatan ini juga menunjukkan bahwa UKBI tidak hanya untuk guru Bahasa Indonesia saja, tetapi untuk siapa pun yang ingin menjadi lebih baik dalam berbahasa. Bahkan, Kepala Madrasah dan pengelola TU pun ikut berpartisipasi aktif.

Saya menyarankan agar kegiatan semacam ini diadakan secara rutin dan diperluas pesertanya hingga ke guru-guru muda dan siswa. Dengan sistem yang menyenangkan dan tidak menggurui, UKBI bisa jadi alat belajar sekaligus bermain kata yang cerdas. Kalau panitia bisa menambahkan sesi “bedah soal sambil ngopi”, pasti makin nikmat, karena tidak semua kata harus dibaca dengan dahi berkerut. Sebagai penutup, pengalaman mengikuti kegiatan ini sangat membekas. Dari sisi keilmuan, pelatihan ini menambah kompetensi nyata; dari sisi suasana, kegiatan ini membangun jejaring dan semangat kolektif untuk mencintai bahasa Indonesia. Semoga UKBI bukan sekadar ujian sesaat, tapi menjadi gerakan nasional dalam merawat bahasa pemersatu kita semua, karena bahasa Indonesia adalah wajah kita, jati diri kita, dan kekuatan kita sebagai bangsa.

Dokumentasinya yaa


Komentar

Satu tanggapan untuk “UKBI Itu Serius Tapi Santai: Belajar Bahasa Indonesia di Era Digital”

  1. Avatar Devi Yulianti
    Devi Yulianti

    Sangat bagus dan inspiratif pak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *