Menjaga Fokus dengan Discovery Learning di SD

(Model: Discovery Learning – untuk mengelola keberagaman cara berpikir)

“Kelas Itu Bukan Mesin Fotokopi”

“Bu, aku udah selesai!” kata si A sambil melambai kertas tugasnya. Lima menit kemudian, si B masih melamun sambil menggambar di tempat duduk sudut belakang. Dan di ujung kelas, si C asyik mengajukan pertanyaan yang membuat kita harus berpikir dua kali. Selamat datang di kelas SD, tempat di mana keberagaman bukan teori, tapi realita harian.

Mengajar satu kelas tidak sama dengan menyalin dokumen. Setiap anak punya kepala sendiri, lengkap dengan isi, cara pikir, dan kecepatannya. Maka, bagaimana guru bisa menjaga fokus pembelajaran di tengah begitu banyak arah berpikir?

Ketika Guru Kehilangan Fokus di Tengah Ragam Anak

Banyak guru SD mengaku sulit mengatur kelas yang penuh keragaman. Ada yang cepat paham, ada yang lambat, ada yang suka bertanya terus, ada pula yang diam tapi tak paham-paham. Kadang, satu pertanyaan dari murid bisa membelokkan arah pelajaran hingga jauh dari rencana.

Jika guru hanya berpatokan pada buku dan target halaman, maka yang terjadi adalah sebagian anak akan tertinggal, sebagian lagi akan bosan. Guru menjadi seperti sopir bus yang tak tahu bahwa sebagian penumpangnya sudah turun, dan sebagian lagi belum naik.

Permasalahan ini bukan soal siapa pintar siapa tidak, tapi soal bagaimana pendekatan mengajar yang kita pakai. Apakah cukup fleksibel untuk menampung perbedaan, atau justru menyamaratakan semua anak?

Discovery Learning sebagai Jalan Tengah yang Dinamis

Di sinilah Discovery Learning hadir sebagai pendekatan yang bisa menjembatani keragaman. Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa untuk menemukan sendiri informasi atau konsep melalui eksplorasi dan pengalaman.

Alih-alih langsung menjelaskan semua jawaban, guru menciptakan situasi yang mendorong siswa berpikir, mencoba, salah, lalu memperbaiki. Anak belajar bukan hanya dari guru, tapi dari proses mereka sendiri.

Discovery Learning memiliki lima tahap utama: 1. Stimulation (Stimulasi): Guru memantik rasa ingin tahu siswa melalui pertanyaan, gambar, fenomena, atau cerita kontekstual. 2. Problem Statement (Identifikasi Masalah): Siswa diarahkan untuk menemukan atau merumuskan masalah yang akan mereka pecahkan. 3. Data Collection (Pengumpulan Data): Siswa mencari informasi melalui observasi, eksperimen, diskusi, atau membaca sumber. 4. Data Processing (Pengolahan Data): Informasi yang diperoleh dianalisis untuk menemukan pola, hubungan, atau konsep. 5. Verification and Generalization (Verifikasi dan Simpulan): Siswa menarik kesimpulan berdasarkan temuan mereka, kemudian guru membantu memverifikasi dan menguatkan konsep ilmiahnya.

Bayangkan guru sebagai pemandu wisata yang tidak menjelaskan semua informasi sekaligus, tetapi memberi peta, petunjuk, dan tantangan, agar peserta tur menemukan sendiri keunikan tempat yang dikunjungi. Menyenangkan dan bermakna!

Dari Kebun Sekolah sampai Listrik di Rumah

Di SD Negeri 105267 Sei Mencirim, misalnya, Discovery Learning diterapkan dalam pelajaran IPAS. Pada tema “Sumber Energi”, guru meminta siswa mencari tahu bagaimana listrik bekerja di rumah mereka. Anak-anak diminta mencatat alat listrik yang digunakan, dan bertanya pada orang tua kenapa lampu bisa menyala.

Di tema “Pertumbuhan Tanaman”, anak-anak diajak menanam kacang hijau di kapas basah. Setiap hari mereka mencatat apa yang terjadi. Ada yang melihat tunas lebih dulu, ada yang justru kacangnya busuk karena lupa disiram. Dari situlah diskusi kelas menjadi hidup.

Dengan Discovery Learning, anak tidak hanya menerima pengetahuan, tetapi membangunnya sendiri. Proses ini membuat mereka merasa memiliki apa yang mereka pelajari. Dan guru? Lebih mudah menjaga keterlibatan kelas karena anak-anak sibuk menemukan.

Tips Menerapkan Discovery Learning di Kelas yang Ramai dan Beragam

Tentu saja, menerapkan Discovery Learning tidak otomatis membuat kelas menjadi utopia pendidikan. Tapi, ada beberapa trik sederhana yang bisa membantu:

1. Membentuk Kelompok Berdasarkan Gaya Belajar atau Minat: a. Identifikasi anak-anak yang suka visual, kinestetik, atau verbal. Campurkan mereka dalam kelompok kecil agar saling melengkapi. b. Libatkan anak dalam memilih proyek sesuai minat mereka (tanaman, listrik, lingkungan, dll).

2. Gunakan Lembar Eksplorasi Bertahap: a. Bagi eksplorasi ke dalam tahap-tahap kecil: observasi awal, hipotesis, pengamatan lanjutan, dan refleksi. b.Hindari soal isian biasa. Gunakan panduan seperti: “Apa yang kamu lihat?”, “Mengapa kamu pikir begitu?”

3. Waktu Refleksi Harian atau Mingguan: a. Jadwalkan 10-15 menit di akhir pelajaran atau pekan untuk membahas temuan siswa. b. Buat sesi “presentasi mini” agar anak berbagi hasil penemuan mereka, bisa berupa gambar, laporan, atau cerita.

4. Berdayakan Anak Sebagai Guru Kecil: a. Anak yang cepat memahami materi bisa membantu temannya. b. Buat giliran menjadi “mentor harian” di kelompok kecil agar semua anak merasa penting.

5. Gunakan Media dan Alat Peraga Sederhana: a. Dorong anak membawa benda dari rumah untuk didiskusikan. b. Gunakan barang bekas untuk membuat alat eksperimen: botol bekas, karet gelang, kardus, dll. c. Libatkan mereka dalam proses pembuatan alat agar merasa memiliki proses belajar.

“Banyak Kepala, Satu Tujuan”

Keberagaman bukan penghalang pembelajaran, tapi kekayaan yang harus dikelola. Dengan Discovery Learning, guru tidak lagi bekerja sendirian membawa beban kelas. Justru, guru menjadi fasilitator proses belajar yang penuh makna dan penuh kejutan.

Jika guru mulai percaya bahwa anak mampu menemukan sendiri, maka kelas akan menjadi tempat yang lebih hidup dan menyenangkan. Dan pada akhirnya, satu kelas dengan banyak kepala tetap bisa melangkah menuju satu tujuan: pembelajaran yang bermakna.

“Jika kamu membiarkan anak menemukan sendiri, maka pengetahuan itu akan tinggal lebih lama daripada yang kamu ceramahkan.”

Sebagai penutup, mari kita resapi peribahasa Tiongkok kuno yang relevan dengan semangat Discovery Learning:

“Beritahu aku, dan aku akan lupa. Tunjukkan padaku, dan aku mungkin akan ingat. Libatkan aku, dan aku akan mengerti.”

Peribahasa ini menegaskan bahwa pembelajaran paling bermakna terjadi ketika siswa terlibat langsung. Dan itulah inti dari Discovery Learning.

 

Daftar bacaan :

Bruner, J. S. (1961). The Act of Discovery. Harvard Educational Review.

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2009). Models of Teaching (8th ed.). Pearson.

Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Ghalia Indonesia.

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana.

Zaini, M., dkk. (2008). Strategi Pembelajaran Aktif. Pustaka Insan Madani.

Arends, R. I. (2012). Learning to Teach. McGraw-Hill.

Majid, A. (2014). Perencanaan Pembelajaran. Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, W. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana.

Sugiyanto. (2010). Model Pembelajaran Inovatif. UNY Press.

Sardiman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers.

https://pusatinovasi.kemdikbud.go.id

https://www.edutopia.org/article/discovery-learning-classroomhttps://www.learning-theories.com/discovery-learning-bruner.html

https://teachertrainingcollege.ac.id/model-discovery-learning

https://guru.kemdikbud.go.id/artikel/discovery-learning-di-sekolah-dasar


Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *