(Refleksi Kegiatan HUT RI ke-80 di SDN 105267 Sei Mencirim)
Tanggal 14 Agustus 2025 sepertinya layak masuk buku kenangan sekolah sebagai hari mini lomba tapi maxi tawa. Sejak pagi, SDN 105267 Sei Mencirim sudah ramai bak pasar pagi, penuh warna, penuh semangat, dan penuh cerita. Hari ini giliran kelas 1, 2, dan 3 yang unjuk gigi dalam rangka memeriahkan HUT RI ke-80.
Fashion Show, ala Model Kecil Pede Tingkat Dewa
Panitia kelas 1, Bu Vera, Bu Asrianti, dan Bu Siti, siap siaga seperti manajer model profesional. Arena “catwalk” mereka unik: spanduk bekas yang dipagari pot-pot bunga di depan kelas. Kreatif, sederhana, tapi penuh nuansa merah putih.
Di barisan depan, Ibu Kepala Sekolah duduk bersama Dewan Juri: Bu Suhartini, Bu Ana, Bu Miftah, dan Bu Nurul. Guru-guru lain jadi penonton VIP, meski sejujurnya pagi itu semua yang hadir merasa VIP, karena belum lomba dimulai pun penonton sudah padat merayap.
Anak-anak menerima nomor undian warna-warni. Kostum mereka variatif, ada yang ala pejuang kemerdekaan, ada yang gaya artis parade. Ada yang melenggang percaya diri, ada yang melirik malu-malu, bahkan ada yang “nyalip” peserta di depannya karena ingin cepat selesai.
Bu Miftah sempat berkomentar sambil tersenyum:
“Kalau ada juara ekspresi termanis, kita langsung dapat pemenangnya sekarang.”
Balap Kelereng, Antara Fokus dan Tertawa
Di kelas 2, Bu Tio, Bu Dara, dan Bu Jabat memimpin lomba balap kelereng. Peserta berbaris rapi, sendok di mulut, kelereng di atasnya. Tapi sebelum start, sudah ada kelereng yang hilang entah ke mana, mungkin mencari kemerdekaannya sendiri.
Arena dipindah ke halaman tengah agar lebih luas, tapi justru di situlah keseruan bertambah. Ada yang bertabrakan, ada yang kelerengnya jatuh dan dikejar sambil tertawa-tawa.
Bu Dara sampai terpingkal, sementara Bu Tio mencoba menjaga wibawa panitia:
“Tenang… kita ulang, tapi jangan sampai kelerengnya kabur lagi ya…”
Dua menit kemudian, kelereng kabur lagi. Penonton pun meledak tertawa.
Menjunjung Botol, Tantangan Seimbang
Di kelas 3, Pak Hari dan Bu Rika jadi komandan lomba menjunjung botol. Aturannya sederhana: bawa botol di kepala sampai garis finish tanpa jatuh. Tapi yang sederhana sering justru paling ribet.
Drama dimulai bahkan sebelum start—ada peserta yang botolnya jatuh dan pecah. Tangis pun pecah, tapi langsung reda setelah diberi botol pengganti dan sedikit hiburan.
Saat lomba dimulai, teknik peserta sangat bervariasi: ada yang jalannya seperti penari, ada yang seperti robot demi stabilitas, bahkan ada yang sambil mengunyah permen—tidak jelas untuk apa. Penonton geleng-geleng kepala sambil menahan tawa.
Pak Hari sempat nyeletuk:
“Waduh, kalau ini lomba di pasar, botolnya sudah dibeli orang.”
Keseruan yang Lebih dari Sekadar Lomba
Tiga lomba, tiga cerita, tapi satu kesimpulan: semua anak bahagia. Tidak ada yang pulang dengan wajah murung. Bahkan yang kalah pun punya cerita lucu untuk dibagikan di rumah.
Para juri menutup acara dengan senyum puas, panitia lega karena semua berjalan lancar walau beberapa kali nyaris kacau gara-gara kelereng dan botol. Dan ini baru babak pertama, hari Jumat nanti kelas 4, 5, dan 6 akan tampil. Melihat keseruan hari ini, sepertinya Jumat akan lebih heboh.
Siapa tahu nanti bukan hanya botol yang jatuh… tapi juri juga ikut terguling.
MERDEKA!!!!!!!
Tinggalkan Balasan